Lingkar Studi Feminis mengadakan temu pemangku kepentingan dengan organisasi pemerintah daerah di Kabupaten Tangerang dan titik fokus jaringan orang muda di Banten untuk mendorong mekanisme layanan terintegrasi dan penanganan kekerasan seksual di wilayah Kabupaten Tangerang yang bertempat di The Campus Resto, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Jum’at (15/08/2025).
Temu pemangku kepentingan ini menjadi forum terbuka Lingkar Studi Feminis dengan OPD di Kabupaten Tangerang untuk berbicara tentang mekanisme terintegrasi dalam penanganan kekerasan seksual. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai instansi/lembaga, yaitu DPRD Kabupaten Tangerang, DP3A, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Bappeda, Unit PPA Polresta Tangerang, serta focal point jaringan orang muda di Banten.
Kegiatan ini diawali dengan Berbagai Koordinator Lingkar Studi Feminis, Eva Nurcahyani sekaligus memberikan pengantar dalam kegiatan temu pemangku kepentingan ini. Dalam pengantarnya, Eva menyampaikan bahwa Lingkar Studi Feminis menginisiasi para pemangku kepentingan sebagai langkah awal memetakan kebutuhan dan tantangan dalam mendorong mekanisme terintegrasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Kabupaten Tangerang. Eva juga menegaskan bahwa layanan terintegrasi atau satu pintu bukan hanya soal efisiensi administrasi, melainkan soal keberpihakan. Korban harus diperlakukan secara manusiawi, tidak dipaksa mengulangi cerita pahitnya, dan didampingi dalam setiap tahap layanan.
Dalam pertemuan ini, Lingkar Studi Feminis memaparkan kondisi faktual kekerasan seksual di Kabupaten Tangerang. Berdasarkan data lima tahun terakhir, tercatat 76% kecamatan di wilayah ini pernah melaporkan kasus kekerasan seksual, dan 89% korbannya adalah anak-anak. Angka tersebut menunjukkan bahwa persoalan kekerasan seksual bersifat struktural, terkait dengan hubungan kekuasaan, norma sosial, serta belum optimalnya sistem perlindungan yang ada. Selain itu, hambatan utama dalam sistem layanan saat ini, yaitu masih terjadinya fragmentasi antar instansi. Korban kerap terputus aksesnya karena tidak adanya mekanisme referensi yang jelas.

DP3A Kabupaten Tangerang juga menyoroti peran UPTD PPA yang harus diperkuat, baik dari sisi sumber daya manusia maupun anggaran, agar mampu berfungsi optimal sebagai pusat layanan. “UPTD PPA tidak bisa bekerja sendiri. Kita memerlukan dukungan penuh dari seluruh lembaga, baik dinas teknis maupun aparat penegak hukum, agar korban mendapatkan layanan cepat, aman, dan berjalan efektif.”, ungkap Heni selaku perwakilan DP3A.
Kemudian dalam sesi diskusi dan tanggapan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan pentingnya akses cepat ke layanan medis, pendampingan psikososial, rumah aman, serta memperkuat pencegahan dan perlindungan anak di satuan pendidikan. Sementara itu, Unit PPA Polresta Tangerang menyampaikan komitmennya dalam memastikan proses hukum yang berperspektif gender.
Hasil dari temu pemangku kepentingan bersama adalah membentuk tim kecil lintas sektor OPD, LSF, dan DPRD untuk menyusun rancangan SOP layanan terintegrasi penanganan kekerasan seksual. Dalam proses penyusunan, diperlukan lokakarya teknis lebih lanjut untuk merancang dokumen-dokumen seksi tersebut serta pertemuan mengadakan pertemuan lintas sektor untuk mengoordinasikan komitmen menyelesaikan penanganan kekerasan yang terintegrasi di Kabupaten Tangerang. Temu pemangku kepentingan ini sekaligus menandai langkah awal dalam memperkuat sistem perlindungan berbasis hak asasi manusia dan keadilan gender.
Kontributor: Anis Fazirotul Muhtar




